Betapa naifnya andaikata niatan nikah hanya digunakan sbg suatu sarana utk melarikan diri dari kenyataan yg ada. Pernikahan adalah suatu hal yang teramat sangat vital bagi kehidupan individu manusia. Ada 2 individu yg masing2 akan saling merelakan separo dari dirinya utk saling bertoleransi dengan individu lain yg bener2 asing. Menikah seharusnya diniatkan utk beribadah kepada sang Pencipta. Karena di dalam pernikahan itu sendiri ada banyak jalan utk beribadah. Ada persetubuhan yg sudah berada dlm ikatan resmi yg menjadi suatu ibadah jika dilakukan. Ada teman utk bs terus sholat berjamaah. Ada teman utk saling memberi nasehat agar selalu ingat padaNya. Ada teman utk mengingatkan bisa salah satu individu menjadi lupa dan lalai. Ada juga suatu amanah yg bener2 sangat berharga yg dititipkan oleh sang Pencipta, yaitu seorang anak. Seorang anak yg lahir dari suatu ikatan pernikahan yg resmi akan menjadi suatu kertas kosong yg putih bersih yg akan bs dijadikan sebagai kanvas oleh orang tuanya dlm menggambar. Seorang bayi yg lahir adalah suatu bentuk tanah liat yg akan menunggu olahan tangan orang tuanya. Apakah dia akan dijadikan menjadi suatu karya cipta yg bener2 agung atau justru diacuhkan begitu saja tersiram air hujan dan juga tercurah oleh panasnya sinar mentari.
Jika kehidupan pernikahan itu diibaratkan spt pesawat terbang, maka individu yg akan menaiki pesawat tentu harus memiliki persiapan2. gak mungkin kan kl mau naik pesawat tp gak punya uang buat beli tiket? Gak mungkin jg kan kl mau naik pesawat tp gak ada uang utk membeli avtur agar pesawat tetap bisa terbang ke arah tujuan yg diinginkan? Jika dirasa persiapan utk membeli tiket dan membeli avtur dan bahan bakar utk terbang sudah siap, msh ada jg persiapan yg harus dilakukan oleh individu2 yg akan menaiki pesawat. Sudah berani belum mereka naik pesawat, yg bener2 akan menjadi sangat berbeda dari kehidupan mereka selama ini? Pesawat akan terbang tinggi menembus awan, menjadi sendirian di atas sana. Kemungkinan ada bertemu dgn indahnya pelangi yg memapar di depan mata, tp tak menutup kemungkinan jg akan bertemu dgn begitu dahsyatnya angin puting beliung yg siap membanting2 pesawat. Ada jg kemungkinan pesawat akan tersiram cucuran air hujan atau guyuran sinar mentari.
Mereka berdua akan sendirian di atas sana. Pada siapa mereka akan minta tolong jika pesawat mengalami masalah? Bisa saja pesawat turun sejenak di bandara terdekat utk meminta bantuan montir yg sekiranya bs membantu memperbaiki pesawat, tp apa mungkin setiap kali ada masalah di pesawat harus turun ke bandara dan minta bantuan montir? Enggak mungkin kan? 2 Individu yg mengemudikan pesawat menjadi pilot dan co pilotnya yg harus selalu saling bantu menbantu agar pesawat tetap bs terbang dan sampai ke tujuan yg diinginkan. Kesendirian di atas sana justru seharusnya menjadi sarana utk bs saling percaya dan mengenal lebih dalam. Betapa bodohnya andaikata kesendirian yg ada justru malah menimbulkan rasa permusuhan dan ketidakpercayaan.
Tp ternyata pernikahan itu jg gak sesimpel naik pesawat... :)
Bagaimana dgn aku? Sudah siap?
Hari sabtu sudah semakin dekat...
4 Komentar:
"soeda boeng kawin sahadja, noenggoe apalagi itoe. djikalaw mingsih belon ketemoe itoe nini iang tjotjok ada baenjah kowe orang nengo barang semenit doewa menit poen di itoe poen...."
"hello...
semangad terus ya menulis...
:)"
"makasih udah pada mampir, harap dimaklumi suguhannya masih blm ada, blm bs bikin :P"
"ik gantih itoe alamat URL blog mendjahadi http://koeaingpisan.blogspot.com ja boeng, djangan loepa itoe..."
Post a Comment
<< Home